Post
Pena Farhan's Avatar
Farhan
@penafarhan
Teknologi dan Ilusi Perkembangan: Kita Hanya Berpindah Bentuk

Teknologi dan Ilusi Perkembangan: Kita Hanya Berpindah Bentuk

Di balik euforia inovasi dan pembaruan, kita jarang berhenti sejenak untuk bertanya: apakah kita benar-benar maju, atau hanya bergerak? Ketika segala hal menjadi digital, apakah hidup menjadi lebih mudah, atau hanya lebih rumit dalam bentuk baru? Artikel ini mengajak kita melihat ulang narasi tentang “kemajuan teknologi” — bukan untuk menolaknya, tapi untuk memahami: perubahan seperti apa yang sebenarnya sedang terjadi?

"Teknologi itu tidak berkembang, tapi hanya merupakan perubahan."

Pernyataan ini mengajak kita untuk merenungkan kembali narasi populer tentang "kemajuan teknologi". Apakah kita benar-benar bergerak menuju sesuatu yang lebih baik, atau hanya berpindah dari satu bentuk ke bentuk lain? Apakah kita semakin canggih, atau hanya semakin bergantung?

Jejak Kecanggihan Masa Lalu

Kita sering terpesona dengan pencapaian teknologi hari ini—mobil listrik, gedung pencakar langit, kecerdasan buatan, dan sebagainya. Tapi mari kita lihat ke masa lalu. Sekitar 4.500 tahun lalu, manusia membangun Piramida Agung Giza tanpa mesin berat, komputer, atau software rekayasa modern.

Piramida Giza
Gambar: Piramida GizaSumber: Ricardo Liberato - All Gizah Pyramids, CC BY-SA 2.0

Arsitek asal Mesir kuno mampu menciptakan struktur kolosal yang tetap berdiri kokoh hingga hari ini. Sejarawan teknologi Lewis Mumford dalam bukunya Technics and Civilization (1934) menyebut bahwa:

"Man has been a maker of tools for a million years... but the machine is a late product of that long evolution."

Artinya, kemampuan mencipta dan memecahkan masalah sudah lama menjadi bagian dari manusia. Mesin-mesin modern hanya salah satu dari bentuk evolusi teknis, bukan sesuatu yang sepenuhnya baru.

Kemajuan Medis dan Harga yang Dibayar

Perubahan teknologi tidak selalu identik dengan perbaikan yang menyeluruh. Contohnya dalam dunia medis:

Teknologi LINAC (Linear Accelerator) yang telah dilengkapi oleh Siloam Hospitals Agora
Gambar: Teknologi LINAC (Linear Accelerator) yang telah dilengkapi oleh Siloam Hospitals AgoraSumber: JawaPos

Teknologi kesehatan saat ini mampu menyembuhkan banyak penyakit yang dahulu mematikan. Namun, bersamaan dengan itu, penyakit-penyakit baru juga muncul, seperti penyakit autoimun, kanker lingkungan, hingga gangguan psikologis akibat digitalisasi.

Filsuf Prancis Paul Virilio pernah berkata:

"When you invent the ship, you also invent the shipwreck."

Setiap teknologi membawa konsekuensi. Mobil membawa kecepatan dan kenyamanan, tapi juga menciptakan polusi dan kecelakaan. Internet membawa informasi instan, tapi juga ketergantungan dan disinformasi.

AI: Kecerdasan Buatan yang Tidak Mencerdaskan

Dalam beberapa tahun terakhir, Artificial Intelligence (AI) menjadi simbol teknologi mutakhir. AI diklaim mampu menulis, berpikir, menganalisis data, bahkan menggantikan manusia dalam berbagai bidang. Secara bahasa, Artificial Intelligence berarti kecerdasan buatan, namun ironisnya, ia tidak serta-merta menjadikan penggunanya lebih cerdas.

Artificial Intelligence
Gambar: Artificial IntelligenceSumber: Guru TechnoLabs

Mengapa demikian?

Karena AI hanya mengotomatisasi proses berpikir, bukan mendorong manusia untuk berpikir. Ketika kita mulai terlalu mengandalkan AI untuk menjawab, menulis, atau bahkan membuat keputusan, ada risiko kita kehilangan daya pikir kritis, rasa ingin tahu, dan kemampuan refleksi.

Filsuf teknologi Neil Postman dalam bukunya Technopoly (1992) menulis:

"Technology always has winners and losers. The more we let machines think for us, the less we are required to think for ourselves."

AI bisa sangat membantu, tapi jika digunakan tanpa kesadaran, kita justru sedang menyerahkan kendali nalar kepada mesin. Di sinilah letak paradoksnya: AI mampu berpura-pura cerdas, tapi ia tak bisa menggantikan kedalaman kesadaran manusia.

Teknologi: Cermin, Bukan Kompas

Teknologi mencerminkan cara manusia menjawab tantangan zaman. Di era agraris, teknologi berfokus pada irigasi dan alat pertanian. Di era industri, mesin-mesin besar menjadi simbol efisiensi. Di era digital, data dan algoritma adalah pusat perhatian.

Namun, hal ini tidak berarti manusia zaman sekarang lebih "hebat" daripada manusia masa lalu. Kita hanya menggunakan alat yang berbeda untuk menjawab tantangan yang berbeda.

Sejarawan teknologi David Edgerton dalam The Shock of the Old (2006) menulis:

"We need to look not at what is invented, but what is used."

Teknologi yang digunakan adalah refleksi dari kebutuhan dan kebiasaan sosial, bukan sekadar hasil dari perkembangan ilmiah.

Kesimpulan: Bergerak dalam Lingkaran Perubahan

Teknologi, termasuk AI, bukan jalan satu arah menuju "kemajuan". Ia hanyalah perubahan bentuk dari alat-alat manusia untuk menjawab kebutuhan zaman. Namun nilai-nilai seperti kecerdasan, etika, dan kesadaran—itu tidak datang dari teknologi, melainkan dari manusia itu sendiri.

Maka, berhati-hatilah ketika teknologi mulai mengambil alih ruang berpikir kita. Karena kecanggihan alat tidak menjamin kecerdasan pengguna. Seperti kata Albert Einstein:

"I fear the day that technology will surpass our human interaction. The world will have a generation of idiots."

Referensi

  • Lewis Mumford, Technics and Civilization (1934)

  • David Edgerton, The Shock of the Old (2006)

  • Paul Virilio, The Original Accident (2007)

  • Neil Postman, Technopoly (1992)

  • Yuval Noah Harari, Homo Deus (2016)

04:23 · 30 May 2025
0 replies
0 reactions
0 shares
0 views